Rabu, 13 September 2017

Teh panas, Kopi hitam dan Angkringan.

Mereka bilang saat mulai dewasa akan mengubah segalanya. Entah sikap, sudut pandang, cara menanggapi suatu masalah termasuk lingkaran sosial. Dan saat sedang sendiri atau tidak dalam menjalani aktivitas apapun hal-hal diatas memang terpikirkan. Tapi, saat bertemu teman atau orang untuk membahas sesuatu segala yang diatas rasanya biasa saja, masih sama tidak ada yang berubah. Malam ini pun sama, bertemu salah satu teman hanya karena sebuah status yang lewat menunjukkan kondisiku sedang “nganggur” dia mengajak bertemu di angkringan. Tempat favorit kami, untuk bicara. Tidak ada yang spesial dari pertemuan kami pun tidak ada yang berubah selama 3jam kami bersama. Dia masih sama, salah satu teman yang menyenangkan. Tapi satu hal yang akhirnya aku sadari bahwa, jalan hidupnya tak lagi sama. Tujuan ataupun aktivitasnya berubah. Banyak hal terlewat entah karena ego yang pernah ada diantara kami atau memang luput karena waktu.
“gimana hdupmu nud?”
“baik.”
“haha. Kamu ngga pernah benar-benar baik dengan menjawab baik.”
Aku hanya senyum. Sebagai persetujuan atas pernyataannya. 
Aku malas menjelaskan apapun atau bagaimana aku berhasil melewati banyak hal. Tetap diam, meski orang datang dan pergi sesukanya tidak seperti aku; beberapa tahun belakangan yang “agak berlebihan”. Aku paham, bahwa memang begini kiranya hidup. Tidak memaksa atau menuntut, tapi cukup dijalani.
Teman didepanku ini bercerita banyak soal hobinya, rencana kuliahnya, skripsinya, tentang pilihannya sendiri dan tidak dekat dengan perempuan manapun, atau tentang lagu  yang baru-baru ini muncul dari band indie favorit kami. Hal-hal yan sebenarnya sepele tapi sengaja kami ceritakan agar tidak ada yang hilang, atau terlupakan.
Teh tawar didepanku makin dingin, kopinya pun hampir habis seiring dengan malam semakin dingin. Sebentar lagi kami akan berpamitan entah kapan akan bertemu lagi. “skala proritas orang berbeda” demikian dia menjelaskan. Satu hal yang pasti kapanpun nanti kita bertemu lagi rasanya akan sama, karena begitulah aku dan mungkin dia berusaha menjaganya. Hal-hal sederhana yang berarti banyak. Baginya menemuiku sesekali adalah keharusan karena aku dan lingkarannya tak lagi bisa bersama, sementara bagiku dia sama seperti angkringan; salah satu bagian menyenangkan di tempat ini.

Sabtu, 09 September 2017

Berpartnerlah dengan Orang yang Tepat.

Sebagai yang tidak ingin keluar dari zona nyaman, memilih partner untuk bekerja bersama memang tidak akan jauh dari orang dalam jangkauan. Meski pepatah mengatakan “Great things doesn’t come from comfort zone” tapi kurasa tidak untukku, atau belum. Jadilah untuk satu urusan paling penting dalam perkuliahan aku memilih untuk berpartner dengan teman sendiri. Teman yang sudah kukenal dan tahu sejak diawal tahun kuliah. Teman yang sudah kuhafal nama dan nomor induk mahasiswanya. Untuk apa? Untuk kewarasanku. Kurasa.

Aku adalah jenis orang yang tergolong complicated dalam segala sisi. Dan tentu akan jadi masalah jika bersama dengan orang yang tidak biasa kuhadapi. Sementara dengannya, aku terbiasa. Lonjakan emosi atau perubahan sikap makin lama makin kupahami. Dia, laki-laki yang satu diantara beberapa kuputuskan untuk menjadi teman baik. Mengapa? Karena dia mendengar. Rasa-rasanya wajar toh perempuan memang suka didengar. Dan dia kupercayai. Dalam segala hal, maka dari itu aku memilih berpartner dengannya untuk sebuah skripsi.

Dengan segala drama yang ada, dan terlewati entah sebagian atau hanya beberapa sejauh ini dia masih yang terbaik yang pernah ada. Aku percaya, partner yang baik akan mengubahmu menjadi yang lebih baik seiring waktu. Dan dia melakukannya. Dia mengajari banyak hal, dengan caranya. Untuk sabar, tenang, menjadi dewasa dan kuat tentu saja. Dia membuatku mengerti bahwa memang beberapa hal tidak harus seperti yang kuharapkan, sesempurna rancanganku atau sebaik sebuah tulisan. Tidak. Dia membuatku memahami bahwa hidup kadang memang harus menerima dan menunggu.

Banyak teman-teman lain yang berkelompok demi menyelesaikan skripsi mereka, dan mungkin masalah yang mereka hadapi lebih kompleks. Tapi hal terberat yang harus kami hadapi adalah, dia laki-laki dan aku perempuan. Dengan dua kepala yang kadang tidak bisa sepaham, sudut pandang yang berseberangan, dan kadang aku terlewat demanding terhadapnya. Kadang, aku mengharapnya mengerti apa yang aku pikirkan tanpa bicara. Padahal semuanya akan selesai dengan dibicarakan atau dibiarkan saja. Harusnya aku tidak membawanya ikut, agar kami tidak berselisih paham. Tetaplah, jadi teman dan partner yang baik. 

Selasa, 05 September 2017

Waktu.

Apa yang paling berharga? Waktu. Tidak bisa disangkal. Bagi siapa saja untuk apa saja. Waktu mengajari bagi setiap orang yang menunggu pelajaran paling berharga, untuk sabar dan mengertinya. Sementara untuk orang yang sedang melakukan sesuatu waktu adalah hal yang bisa dihargai dengan menikmati tiap menit yang ada. Sejalan dengan sebuah donat yang hampir habis. Hanya satu donat yang akan dihabiskan dua kepala. Waktu yang tidak bisa diulang dan hanya bisa dikenang. Langkah, senyum dan kata-kata yang telah terucap. Semua akan tersimpan dalam kepala, dan sebentar lagi semua ini akan berakhir. Seiring gigitan terakhir donat didepanku. Waktuku habis.