Well, masih dengan skripsi. Mungkin benar, semua akan
mengalami ini. Drama skripsi. Sebelum memulai dan benar-benar terjebak dalam
lingkaran skripsi ini dosen pembimbingku berkata “Skrpsi itu dik, ada
macam-macam masalahnya. Entah di depan atau dibelakang. Dari luar atau dari
dalam pelakunya.” Sekarang, aku mengiyakan dengan lirih.
Tidak pernah terbayang skripsi akan sebegininya. Entah aku
yang teramat berlebihan atau memang, begini ya begini. Penasaran sebenarnya
bagaimana orang-orang diluar menghadapi ini. Secara fisik aku baik-baik saja
tapi rasanya ada yang salah dengan otakku. Sebagai seorang yang memang tidak
menggunakan asas take it slow skripsi
ini cukup menguras semuanya. Literally,
semuanya. Tenaga, otak, dan waktu. Banyak yang harus dikorbankan dan banyak
yang harus ditahan.
Drama pun, tidak benar-benar berhenti. Sengaja ingin kutulis
masalah skripsi ini agar aku tidak lupa. Agar nanti diakhir saat semua
terlewati ada yang bisa dibaca dan menghela napas-lega. Diawal sejak ditentukan
mau di bagian laboratorium mana aku mengambil tema sudah dimulai permasalahan,
entah dari tema, judul, subjek, dan tempat penelitian. Sampai semuanya sudah
pun, masih berlanjut. Aku, harus berulang kali ganti judul-metode dan
sebagainya. Belum lagi masalah birokrasi kampus, sampai pada masalah paling
pelik dimana ada kemungkinan aku tidak bisa input skripsi pada sistem karena
nilai. Tapi akhirnya semua terlewati, dengan drama. Dengan tangis yang tidak
berhenti, doa yang kian panjang dan kejiawaan yang hampir saja goyah. Sekarang babak
baru akan dimulai, penelitian ini akan benar-benar dilaksanakan. Aku, sedikit
tenang. Alhamdulillah.
Segala diatas masih masalah antara aku dengan skripsi yang
jelas benda ajaib. Belum lagi masalah antara aku dengan “partner disebelah”. Sebenarnya
aku akan jadi beban tersendiri untuknya. Kami mengenal lama, yang jelas
membuatku kadang kelewat nyaman untuk menumpahkan semuanya. Segala gelisah
resah yang ada, atau apapun. Kadang aku lupa, dia manusia biasa, dia punya
urusan lain, prioritas lain, hidupnya sendiri yang mungkin juga lebih berat. Aku
lupa. Kadang aku terlalu menuntutnya. Kadang demi egoku, aku menjadi orang
paling menyebalkan dan tentu kondisi ini tidak baik. Entah untuknya, ataupun
aku. Pernah di satu titik kami tidak saling bicara, mendiamkan masing-masing
entah untuk apa. Tapi itu satu-satunya hal terbaik yang bisa dilakukan untuk
saling sadar, yang akan berakhir dengan “apa pertemanan ini mau diakhiri saja?”.
Lalu aku sadar, aku butuh dia. Aku tidak ingin kehilangan temanku, dan partner
terbaik sejauh ini yang pernah ada. Naive?
Always.
Skripsi dan segala masalah dibelakangnya pasti kian
bertambah seiring semakin maju langkah yang kuambil. Jika diantara aku dan dia,
atau aku dan partner disebelah tidak terjadi apa-apa maka pihak luar lah yang
akan menghadang. Tapi, aku harus siap. Tiap orang memiliki badainya masing-masing. Dan akan
memiliki caranya untuk menghadapi entah itu lari, bertahan, atau hanyut. Semua akan
ada masanya, skripsi adalah salah satu dari sekian fase pendewasaan untukku.