Jumat, 11 Agustus 2017

Skripsi Attack!

Well, masih dengan skripsi. Mungkin benar, semua akan mengalami ini. Drama skripsi. Sebelum memulai dan benar-benar terjebak dalam lingkaran skripsi ini dosen pembimbingku berkata “Skrpsi itu dik, ada macam-macam masalahnya. Entah di depan atau dibelakang. Dari luar atau dari dalam pelakunya.” Sekarang, aku mengiyakan dengan lirih.

Tidak pernah terbayang skripsi akan sebegininya. Entah aku yang teramat berlebihan atau memang, begini ya begini. Penasaran sebenarnya bagaimana orang-orang diluar menghadapi ini. Secara fisik aku baik-baik saja tapi rasanya ada yang salah dengan otakku. Sebagai seorang yang memang tidak menggunakan asas take it slow skripsi ini cukup menguras semuanya. Literally, semuanya. Tenaga, otak, dan waktu. Banyak yang harus dikorbankan dan banyak yang harus ditahan.

Drama pun, tidak benar-benar berhenti. Sengaja ingin kutulis masalah skripsi ini agar aku tidak lupa. Agar nanti diakhir saat semua terlewati ada yang bisa dibaca dan menghela napas-lega. Diawal sejak ditentukan mau di bagian laboratorium mana aku mengambil tema sudah dimulai permasalahan, entah dari tema, judul, subjek, dan tempat penelitian. Sampai semuanya sudah pun, masih berlanjut. Aku, harus berulang kali ganti judul-metode dan sebagainya. Belum lagi masalah birokrasi kampus, sampai pada masalah paling pelik dimana ada kemungkinan aku tidak bisa input skripsi pada sistem karena nilai. Tapi akhirnya semua terlewati, dengan drama. Dengan tangis yang tidak berhenti, doa yang kian panjang dan kejiawaan yang hampir saja goyah. Sekarang babak baru akan dimulai, penelitian ini akan benar-benar dilaksanakan. Aku, sedikit tenang. Alhamdulillah.

Segala diatas masih masalah antara aku dengan skripsi yang jelas benda ajaib. Belum lagi masalah antara aku dengan “partner disebelah”. Sebenarnya aku akan jadi beban tersendiri untuknya. Kami mengenal lama, yang jelas membuatku kadang kelewat nyaman untuk menumpahkan semuanya. Segala gelisah resah yang ada, atau apapun. Kadang aku lupa, dia manusia biasa, dia punya urusan lain, prioritas lain, hidupnya sendiri yang mungkin juga lebih berat. Aku lupa. Kadang aku terlalu menuntutnya. Kadang demi egoku, aku menjadi orang paling menyebalkan dan tentu kondisi ini tidak baik. Entah untuknya, ataupun aku. Pernah di satu titik kami tidak saling bicara, mendiamkan masing-masing entah untuk apa. Tapi itu satu-satunya hal terbaik yang bisa dilakukan untuk saling sadar, yang akan berakhir dengan “apa pertemanan ini mau diakhiri saja?”. Lalu aku sadar, aku butuh dia. Aku tidak ingin kehilangan temanku, dan partner terbaik sejauh ini yang pernah ada. Naive? Always.

Skripsi dan segala masalah dibelakangnya pasti kian bertambah seiring semakin maju langkah yang kuambil. Jika diantara aku dan dia, atau aku dan partner disebelah tidak terjadi apa-apa maka pihak luar lah yang akan menghadang. Tapi, aku harus siap. Tiap orang  memiliki badainya masing-masing. Dan akan memiliki caranya untuk menghadapi entah itu lari, bertahan, atau hanyut. Semua akan ada masanya, skripsi adalah salah satu dari sekian fase pendewasaan untukku.