Rabu, 14 Desember 2016

Dita Kurniarti Atmadji

Bukan. Bukan aku lupa, tapi sengaja. Selamat tanggal 14 Dita. Maaf tidak ada lilin atau kembang api, bunga atau sekedar pelukan waktu itu. Hari bahagiamu memang sudah lewat. Tapi ini Desember, bulan dengan banyak hujan. Seingatku kamu suka hujan. Meski begitu aku juga menyukainya, Desember. Entah kenapa.
Pernah ingat pembicaraan kita waktu itu, kamu minta aku menulis sesuatu. Ini yang akan ku tulis. Dibaca cepat saja, isinya bukan apa-apa. Aku tidak semanis kamu, atau sepuitis kamu. Setidaknya aku menulis jujur. Itu caraku. Tapi aku tetap berharap mendapat satu senyum.
Semoga kamu bahagia. Entah berapa kali aku mengucap itu tapi benar Dit, berbahagialah. Entah mau apapun caranya meski dianggap tidak benar pun lakukan saja apa-apa yang membuatmu bahagia jangan pernah ragu memutuskan langkah. Aku mendengar banyak soal kamu, beberapa hal kuartikan sendiri sebagian lain berusaha kupahami. Mereka tidak mengerti soal kamu, termasuk aku. Mereka banyak mengartikan keliru soal tingkahmu dan juga sikapku. Tapi biar saja, percuma menjelaskan, didengar saja tidak apalagi mengerti. Benar kan? Tapi biar saja toh aku dan kamu mengerti apa-apa yang sebaiknya memang cukup dimengerti dan dipahami.
Dita, maaf ya. Jika pernah dalam sekali waktu aku tidak sengaja menyakiti atau berbicara seenak hati. Bertindak semauku, sudahlah aku perempuan bulan Juli, punya dua sisi darahku B-major garis keras dan dihighlight warna kuning. Tapi aku selalu tahu kamu mengerti, entah mengapa. Maaf pernah sedikit atau mungkin banyak membuat kamu merasa tidak enak hati atas posisiku disini semoga kamu mengerti. Toh nyatanya sampai detik ini mungkin prasangka-prasangka yang pernah ada itu tidak terjadi.
Terimakasih. Karena dari kamu aku belajar. Hal-hal yang tidak diajarkan oleh kedua orangtuaku, teman-temanku yang lain, atau buku-buku yang kubaca. Belajar bagaimana menyayangi dan disayangi. Bagaimana menggunakan hati karena selama ini kubuang jauh-jauh perasaan semacam itu. Tapi mendengar cerita-ceritamu aku banyak mendapat pengetahuan yang lain dari sisi yang lain soal laki-laki dan perempuan. Sisi lain soal bagaimana menyayangi dengan tidak melupakan Tuhan.
Aku suka laut, tempat dengan pohon-pohon tinggi yang kayunya kokoh, suka nasi bungkus yang dibungkus daun pisang di pasar pagi dan suka kopi indomaret. Nanti kapan kalau ada waktu mari kita bertemu lagi dengan salah satu hal-hal yang kusuka diatas itu. Saling bicara, soal apa saja yang bisa dibicarakan. Ah ya, teh manis jangan lupa. Semoga, apa-apa yang disemogakan baik akan menjadi baik seperti adanya.
Sudah ya, segini aja tulisanku buat kamu. Selamat memiliki angka 14 itu lagi untuk dirimu sendiri. Ah ya, aku menulis ini malam tadi jika kamu ingin tahu. Kotaku malam ini dingin. Dingin sekali. Bagaimana tempatmu?


Dariku,
yang janjiin kamu 2bungkus kitkat greentea.



Minggu, 11 Desember 2016

Diluar hujan
Aku ingin menjadi teh hangat,
untuk sebuah senyum kudapat.
Nyatanya
Aku hanya sebuah gelas,
dari genggaman yang terlepas
Maka sudah
Tak ada artinya,
Tersisa pecahan kaca yang tidak berharga.

Jumat, 11 November 2016

Sudah?

Bagianku berhenti disini ya?
Sudah.
Kamu sudahi saja dengan aku. sudah bukan lagi aku.
Bukan aku lagi yang harus merapikan pecahan kacanya, atau menyirami tamanmu.
Kamu sudah cukup sekarang.
Bahagia.
Begitulah selalu, biar aku tidak lupa.
Biar naifku terus ada.
Bahwa bahagia itu sederhana, semanis kamu.
Yang ada dan apa adanya.
Biar egoku kumakan habis nanti.
Tersisa cerita tentang aku yang sia-sia
Bagaimanapun, sampai saat ini bahagiaku masih saja inginkan kamu lebih dulu ada.

Selasa, 01 November 2016

Sengaja lupa.

Aku lupa ada satu bagian yang telah terlewat dari buku yang ku baca.
Aku lupa bahwa menjadi yang selalu ada bukanlah arti sebenarnya
Aku lupa ada yang perlu kumiliki baru bisa kujaga.
Aku lupa, bahwa aku belum pernah memiliki hatinya.

Minggu, 30 Oktober 2016

prolog.

Kali ini aku ingin menulis banyak, tentang apa saja.
Aku ingin menulis hingga kata ku habis.
Agar kepalaku kosong tanpa tanda tanya
atau kembang api yang kuhentikan pijarnya itu biar sudah tidak lagi meriah.
Mauku? Sepi,
Selama ini terlalu ramai, hingga aku larut.
Membaur mengikuti semuanya
Sekali ini saja, biar tidak tersisa.
Kosong.
Tentang apa saja,

Minggu, 25 September 2016

Laki-laki yang Ingin Kutulis (II)

Kali ini ada nama yang ingin kutulis tapi mendadak kuurungkan niat karena lagi-lagi dia berhenti duduk disebelahku. Dia berhenti menjadi pendengar tawa, pembaca cerita, penikmat minuman-minuman yang kubuat. Dia memilih berhenti bukan untuk sebuah jeda tapi mungkin untuk waktu yang lama. Waktu yang lama dan bisa saja diartikan untuk selamanya. Mungkin selamanya dia kan benar-benar pergi melepaskan genggaman tangannya dariku yang semakin hari menjadi lebih dingin, memilih jalan lain bukan lagi berbelok arah menujuku atau mungkin saja subuh nanti dia tiba-tiba muncul di teras rumahku entahlah. Tapi biar saja akan kuingat bahwa dia telah menuliskan pesan singkat tanda untuk pergi dalam waktu yang lama.
Lalu aku harus apa?
Haruskah memungut lagi sisa jejak langkahnya agar tetap bisa kuingat? Atau haruskah kupasangi plakat arah menujuku agar dia tidak lupa kemana perempuan yang dia bilang paling sempurna itu berada, atau masihkah aku harus duduk disini di tempat yang sama seperti pintanya malam itu?
Haruskah semua itu kulakukan untuk laki-laki yang memilih pergi?
Sebentar. Aku butuh ruang, butuh waktu untuk berpikir tentang semuanya. Tentang kamu. Ya, tentu saja. Kamu satu tapi rupamu banyak belum lagi tingkah dan ucapanmu yang jika saja kutulis bisa menghabiskan semua kertas putih yang mungkin saja sebentar lagi tidak berbahan dasar kayu, tapi sintetis. Karena kayu makin berkurang jumlahnya. Sebentar, beri aku libur singkat untuk tidak menjadikanmu pusat pikiranku. Aku ingin membagi dengan yang lain soal semuanya, di kepalaku terlalu banyak kamu. Itu tidak adil, persis caramu mengajariku untuk tidak terlampau keras pada diri sendiri untuk tidak terlalu banyak berpikir. Baiklah, jadi sebentar saja. Barangkali sesudah hujan sore ini akan ada jawabannya.
Hujan belum reda saat aku hendak memutuskan langkah apa untuk lanjutan kisah aku dan kamu. Tapi angin membawa kabar lain, ditengah jalan kamu memilih duduk berlama-lama di sebuah tempat yang kamu sebut indah dan mengeja sebuah nama disana. Dan kabarnya itu bukan namaku. Kuharap nama yang kamu ukir itu segera mengering, semoga siapapun yang menghentikan langkahmu itu tidak benar-benar bisa membuatmu berhenti. Tapi bagaimana jika malah sebaliknya?
Bagaimana jika semua yang terjadi selama ini adalah pertanda. Bagaimana jika perempuan itu yang memang kamu ingin selama ini? Sosok yang tidak kamu temui dariku? Bagian yang kosong dari ku? Bagaimana jika dia mengertimu lebih dariku? Bagaimana jika dia bisa menjadi sempurna yang kamu mau? Bagaimana jika akhirnya kamu memilih dadanya tempat berlabuh dan bukan aku?
Bagaimana?
Tapi sebentar, untung saja aku belum menentukan arah. Untung saja plakat yang ingin kubangun untukmu masih sekedar rencana, jadi kamu tidak akan menemukanku karena langkahmu teramat jauh dan kian tak tersentuh. Bukan, kurasa kamu bukan lagi milikku. Entah sejak kapan, bukankah begitu?

Baiklah. Aku masih berencana menulis sesuatu untuk kamu, untuk seorang laki-laki yang pernah kumiliki utuh, atau baiknya aku menulis untuk perempuan mu saja? Perempuan yang menurut kabar berwajah sendu dan tenang seperti air. Kalau boleh kutanya satu hal, sejak kapan kamu menyukai air? Setauku kamu menyukai langit atau gunung sesuatu yang diciptakan tinggi dan agung. Ah entahlah, kamu bukan lagi laki-laki yang kukenal dulu atau kamu yang berhenti menjadi laki-laki yang ingin kukenali?

Senin, 11 Juli 2016

Perempuan bulan Juli

Selamat.
Selamat.
Selamat.
Selamat kamu sanggup bertahan hingga angka dua itu bertambah angka satu dibelakang.
Selamat kamu masih bahagia, dengan senyum merekah favorit mereka.
Selamat tawa masih ada.

Lalu bagaimana? Tidak mungkin begini saja.
Baikbaiklah selalu, sehatlah, sabarlah dan bahagialah. Itu saja.

Sudah, berhenti marah atau kecewa. Harusnya kamu berterima kasih pada mereka; yang pernah datang singgah, datang meminta kopi, datang membagi cerita kemudian luka sesudah canda. Dari mereka kamu tahu berdiri sesudah jatuh itu bagaimana, dan mereka yang dipilih Tuhan untuk datang memberi pembelajaran dan cerita.

Mereka bilang perempuan bulan Juli menyenangkan maka jadilah seperti itu. Jadilah perempuan yang bahagia, yang menebar tawa dengan tangan mengayun dan langkah riang.

Meski memaafkan itu susah, di hari terbaikmu kali ini maafkanlah dirimu sendiri. Itu saja

Minggu, 10 Juli 2016

Perempuan Disebelah Kiri.

jadilah selalu yang mendinginkan hati, mudah memahami
pun mengerti,
sebagai pendamping langkah kaki,
teman untuk menggapai mimpi.

jangan mudah patah, kuatlah mendampingi.
menerima dengan penerimaan paling baik,
dan melangkahlah dengan hati.

hidup kian berat, segala hal akan rumit tapi kamu akan selalu di rindu 
dalam tiap malam  yang terlewati,

perempuan diselah kiri.

Selasa, 28 Juni 2016

Lelaki; yang ingin kutulis.

Sebentar, aku bingung jika ini soal kamu bagaimana aku harus memulai.. darimana cerita tentang kamu harus kubuat. Aku ingin menulis soal kamu. Itu saja. Sederhana.
Tentang kamu yang... seperti itu. Kamu; kamu yang berbicara dengan tingkah, kamu yang tibatiba datang lalu entah. Entah ada atau tidak. Aku ragu. Ah kamu abu-abu.

Jika subjeknya kamu, kalimatku berhenti disana menggantung sia-sia.
Tak ada yang bisa kulakukan selain berpikir dan membiarkanmu makin dalam terkubur dalam ingatan. Dan bisaku hanya mengenang.
Iya. Mengenangmu, tentang bagaimana kamu bicara, melangkah bahkan gerak tanganmu yang kadang tidak terbaca

Tapi sungguh tulisan ini soal kamu, ada kamu dan suaramu yang menggema mengisi ruang kepala saat aku merangkai kata. Ada kamu dan tawa renyah yang membuatku ingin berada tak jauh barang sedetik saja.

Monolog.

Mungkin bagimu, aku bukan apa dan siapa. Hanya seorang dari luar lingkaran bisanya tepuk tangan jika takjub dan mengelus dada saat melihat kamu jatuh. Buku yang tertimbun dipaling dasar tanpa pernah kamu sentuh, episode dalam serial yang sengaja kamu skip dan gelas yang kamu pecahkan subuh tadi. Maka itu, bisamu hanya meminta maaf. Karena kesalahan.

Senin, 27 Juni 2016

Bait terakhir sebelum epilog.

Jika diminta memilih mau jadi seperti apa ceritaku dalam buku. Mungkin aku ingin menjadi  bentuk cerita apa saja yang bukunya menjadi favoritmu. Yang akan kamu baca setiap waktu meski tahu jelas alur didalamnya bahkan mungkin hafal titik koma kalimat seru yang ada.

Atau aku menjadi prolog yang membuatmu tertarik membaca, tertarik untuk tahu dan merasa, tertarik untuk memahami isi didalamnya.

Atau juga ku mau jadi halaman akhir sebelum epilog saja, halaman yang berisi keputusan dan titik dalam cerita. Agar kamu mengingatnya jelas tanpa sela. Agar akan ada kalimat manis untuk senyummu saat membaca.

Tapi nyatanya aku kamu letakkan dibagian paling akhir, dekat dengan isi data dirimu. Dalam epilog yang kadang tidak berhubungan dengan alur cerita. Kamu membiarkanku terlewat, tapi tidak benar-benar jauh dari semua hal tentangmu.

Aku ingin menjadi manis seperti akhir cerita bahagia bukan sesuatu yang menggantung tanpa arah. 

Rabu, 22 Juni 2016

Untuk, Atika Hanoum Rahasta.

Mungkin ini pertama kalinya aku menulis sesuatu buat kamu. Iya. Mau kutulis aja kalo ngomong aku kaku, tulisan ini nggak manis dan sedikit haru. Tapi ini yang benar-benar ingin aku tulis buat kamu.

Pertama, selamat menambah angka satu, terserah berapapun jadinya angkamu biar aja sekedar angka urusan jiwa cuma kamu yang tau, apalagi dewasa. Kamu yang akan memilih bukan terpaku oleh angka yang menambah setiap tahunnya.

Kedua, terimakasih. Untuk telah datang dan diam. Nggak ding, Atika tidak pernah benar-benar diam kamu adalah salah satu yang datang mau menyalahkan dengan pembenaran. Dan aku selalu percaya satu hal bahwa kamu tidak akan pergi entah bagaimanapun nantinya, semoga saja apa yang kupercayai begitua adanya.

Ketiga, tetaplah jadi Atika. Atika yang seperti Atika, biar aja ucapan diluar sana soal kamu toh dari awal rumor selalu ada tepat dibelakang namamu. Siapa yang nggak ngomongin kamu? Iyakan? Jadi biar aja. Mereka yang menjatuhkan adalah alasan kamu harus berdiri, mereka yang menyanjung adalah jawaban atas usahamu. Tidak ada yang sia-sia. Kamu baik, sangat amat baik dengan caramu. Sudah, itu cukup.

Keempat, berbahagialah. Ini klise memang tapi bener Tik, berbahagialah. Berbahagialah sampai aku nih yang jauh dari kamu ngerasa ikut seneng, sampai nggak ada yang kamu takuti. Sampai bahkan bahagiamu itu kebawa mimpi dan mungkin bikin nggak bisa tidur. Berbahagialah, dan berhenti terluka. Entah untuk alasan apapun dan siapapun. Kamu yang selalu ngajarin aku kuat, selalu disana buat setidaknya negur kalo aku mulai goyah. Jadi tetaplah seperti itu meski akan semakin susah.

Kelima, jangan berubah. Apapun yang telah terjadi semuanya dimataku kamu masih Atika yang sama, dan itu nggak akan aku rubah. Tetap aja jadi Atika yang suka nelpon dijam-jam nggak masuk akal, yang bisa cerita sedih jadi seneng terus marah balik ke awal lagi. Aku masih akan terus nungguin telepon-telepon atau cerita-cerita mu itu, drama-drama yang udah entah kalo difilmkan episodenya nyampe ke seri berapa. Maaf kalo kadang aku nggak bisa jadi yang bisa nyenengin kamu, tapi aku disini Tik nggak pernah kemana-mana nggak usah juga kamu nyari beneran deh aku nggak pernah jauh. Jangan bosan ya sama drama ribet hidup soal aku.

Keenam, Atika. Makasih ya, buat semuanya aku nggak tau harus bilang apa buat semua yang udah kamu lakuin sadar atau nggak sadar buat semua muanya yang bahkan aku nggak tau lagi harus ditulis gimana. Jangan pernah jatuh meski kamu dijatuhkan orang seribu, jangan jadi lupa bahwa ada orang-orang dibelakangmu yang nunggu, jangan jadi angkuh meski kamu nyampe kelangit tujuh. Untuk apapun tetap aja jadi dirimu.


Ketujuh, aku sayang kamu. Sayang dalam artian yang itu, iya. Pingin aku meluk kamu, atau datang bawa kue dan lilin atau bunga atau coklat kesukaanmu atau nyalain kembang api atau apapun itu yang kamu minta sekiranya aku bisa ngasih untuk merayakan hari ini. Hari bahagiamu, tapi aku cuma bisa disini berdoa yang terbaik sebaik-baiknya doa yang kamu minta. Aku nggak bisa nulis yang manis-manis isinya ya gini semua yang mau kuucapin ke kamu, kamu pernah terluka, kecewa atau mungkin hilang arah. Tapi kamu sanggup ngelewatin semuanya, dan berdiri disana jadi bukti bahwa aku pun mungkin bisa. Jadi, izinkan aku belajar banyak dari kamu. 

Minggu, 19 Juni 2016

Teh manismu

Hari itu dengan kopi di tangan kiri karena entah tangan kananmu sibuk mengerjakan apa, kamu muncul didepanku. Tepat, arah pukul 2. Di tengah ruangan dengan beberapa orang disekitarmu kamu duduk bicara tertawa sesekali menghisap rokok yang diam di asbak depanmu. Oh, ya dia perokok. Hanya itu yang kutahu, dan satu lagi kebiasannya membetulkan rambut yang memanjang sampai pelipis. Kenapa tidak kamu pangkas saja, anak muda?
Banyak waktu terlewat dan kamu masih disana, bedanya dengan seiring waktu sudah ada aku disana menjadi bagian cerita. Menjadi entah apa dalam hidupmu pun hidupku. Anggap saja berteman, banyak malam terlewat dengan pembicaraan panjang soal hidup dan banyak hal entah berapa kali kamu terbatuk karena tersedak rokokmu sendiri atau gelas-gelas kopi yang bertambah. Semua mengalir apa adanya, jujur. Sederhana. Sampai aku sendiri merusaknya.

Sebelum semua serumit ini, masih ingatkah pembicaraan terakhir aku dan kamu? Soal teh manis. Menurutmu, perempuan itu seperti teh manis, kapan saja dimana saja akan sama. Bisa hangat bisa dingin tetap manis. Tetap menyenangkan, sederhana dan apa adanya. Entah itu teman makan atau teman ngobrol rasanya sama. Aku bukan bagian dari teh manismu, iyakan? Persis katamu.

Sekarang setelah semuanya, setelah kesalahan yang pernah terjadi hari itu aku paham semua tidak akan pernah sama. Semuanya. Bahkan aku tahu gesturemu yang enggan. Sampai-sampai aku tahu yang nggak pernah kamu ucap. Mungkin baiknya, malam itu aku biarkan saja balon itu lepas lalu terbang. Seperti katamu, kehilangan itu pasti waktunya saja yang beda. Dan aku masih naif, soal kehilangan. Tahu apa yang paling sakit dari semua ini? Kehilangan teman bicara. Ya, aku tak peduli soal semua perubahan sikap dan tingkahmu tapi yang ku tahu tak ada lagi rak untuk buku atau dongengku. Entah sudah patah atau rusak. Ternyata, aku bukan lagi bagian dari ceritamu ada terselip pun mungkin tidak. 

Aku memang tidak pernah akan bisa jadi teh manismu, entah itu pagi  atau sore. Bukan juga kopi yang menemani malam-malam panjangmu, tidak keduanya. Atau aku harus jadi Bir? yang jujur tidak perlu gula atau susu. Yang tahu semua buruk dan baik, ingin dan tidak ingin ceritamu terdengar, ajaibnya mimpi yang pernah kamu ucapkan. Mungkin begitu saja baiknya, cukup aku dan kamu yang mengerti soal semuanya. Biar saja, pertanyanku soal kamu kusimpan rapat, anggap saja jawaban itu sudah kamu jelaskan dan aku mengerti. Biar saja, aku tetap jadi buku yang tidak akan pernah kamu baca meski kamu yang menulisnya. Sejak awal, aku memang tidak pernah ada. Teh manismu itu, ah entahlah.


Selasa, 07 Juni 2016

Biar saja,

Maka aku akan mecintai dengan tak mengharap untuk dicinta atau mengharap benar-benar mencinta
Biar saja, aku mengatasnamakan sedang mencinta agar mereka berhenti bertanya 
Agar mereka mengabaikan rambutku yang tak lagi sama atau langkahku yang kian meraba
Maka aku akan tetap mencintai tanpa mengharap apa-apa
Biar saja, mereka akhirnya tahu bahwa semua hanya tipu daya
Biar saja,
Maka kuputuskan untuk mencintai dengan segala rendah agar aku tak inginkan harap meninggi tuk dapat bersama
Karena kamu dan aku; tak perlu bersama
Aku suka, dengan adanya kamu dan aku; begini adanya
Karena aku ingin mencinta tanpa harus kamu balas mencinta
Mencintai dengan isi kepala
Karena tlah lama rasa di dalam dada memakan dusta
Maka biar saja, aku mengarang cerita didalam sana.


nvd

Sabtu, 21 Mei 2016

Ada teh tapi balok esnya mencair
Ada kopi baru saja tersenggol kaki
Ada bunga tapi sudah layu
Kukira tadi itu senja ternyata berubah subuh
Ah sayang, kamu terlalu lama 
Aku sudah jatuh.


nvd

Dari tempatku duduk.

Dari tempatku duduk langit masih biru,
kaca jendela penuh debu.
Dari tempatku duduk kepalamu tertunduk,
memungut asa yang kian jauh.
Dari tempatku duduk mataku menutup,
mengutuki apa-apa yang meredup.
Dari tempatku duduk tali sepatumu mengurai lupa,
tak saling mengikat satu.
Dari tempatku duduk aku membunuhmu cepat sebelum jatuh.

Kamis, 19 Mei 2016

Sekali ini, saja.

Sekali ini saja aku ingin egois tuk meminta lebih agar kamu menetap ada
Jika bahagia itu dicari, maka mari mencari dengan duka dan sukamu ditambahkan aku
Mari bersama menyusun semua yang pernah patah, dan saling bicara dengan mata dan kepala
Jika aku boleh menambahkan egois lagi, kumohon jangan melepskan dekapmu seperti malam itu
Agar ku tak takut lagi, dan menjadi tempat merebah mu
Sini, ada aku dengan segala kurang yang semoga cukup dengan lebihmu
Dan ada aku, yang tidak tahu diri menutup mata dan berpura tuli mengabaikan suara sumbang disekitarmu
Masih ada aku, yang selalu bisa kamu cari dan temui saat kepalamu penuh atau lelah memenuhi bahu.
Ada aku, yang ternyata mulai menyukaimu.


nvd

Selasa, 17 Mei 2016

aku melihat abu-abu, saat mereka berkata itu putih
lalu aku harus berkata putih
aku berkata putih, saat mereka ingin biru
aku pun dipaksa memilih biru
dan jika suatu kali aku hanya tau hitam, dan mereka pelangi
apa masih harus aku mengikuti?

nvd

Rabu, 11 Mei 2016

Seorang perempuan

Dia lebih suka ditempat ramai namun memilih sepi sebagai teman
Dia suka menangis tapi kalian takkan pernah melihat air matanya
Dia suka tertawa pada hal - hal yang seharusnya tidak menimbulkan bahagia
Dia menyukai laut dengan seringkali dirinya ingin terjun masuk
Dia memilih berlari dibanding melangkah pelan di pagi hari
Dia menyukai bunga tanpa warna merah dan batang yang patah
Dan dia berkata sedang jatuh cinta , tapi menggenggam pisau ditangan kirinya.

Rabu, 04 Mei 2016

Aku ingin lari sebentar, dan tidak. Kali ini ku tak ingin dikejar. 

Selasa, 03 Mei 2016

Episode 1, usia 21.

Untuk usiamu yang ditambahkan angka satu, semoga menjadikanmu baru.
Baru untuk menjadi tangguh, dan mampu.
Untuk selalu kuat dan percaya bahwa Tuhan akan selalu menjagamu.
Kehilangan itu berat tapi Tuhan akan selalu menggenggammu sedemikian erat.
Jangan jadi rapuh, ada banyak senyum yang akan mengembang dan menunggumu didepan pintu.
Jangan takut meski seringnya merasa kalut, menangislah jika suaramu lenyap dan tengah hilang arah.
Jangan menghadiahi secangkir kopi jika menurutmu dia hanya singgah hendak pergi.
Semoga semesta bekerja dengan baik agar mengaminkan doamu dan segala doa yang sedang dipanjatkan atas namamu malam ini dihari terbaikmu.
Dan terakhir, selamat berbahagia mbaandis!


Love,
Nadya.

Kamis, 28 April 2016

Berdamai

Jika dengan menunggu semua akan berakhir sama
Jika dengan mengharap nyata akan serupa mau asa
Jika dengan aku bertanya jawaban pasti ditelinga
Dan jika dengan aku berbalik kamu pasti disana
Maka aku akan berdamai.

Tapi semua hanyalah jika, yang serupa ragu dengan tanda koma
Seperti buih yang tenggelam namun ada
Aku masih ingin berdamai.
Dengan kamu, dan kita.

Aku tetap ingin berdamai,
Agar suatu pagi kamu muncul hati ini tak lagi menanti
Dan jika kamu pun tak muncul ku harap diri akan baik-baik saja

Karena dengan berdamai, aku ingin kamu hanya serupa nama
Tanpa memberi kisah apa-apa.
Dan semoga dengan damai, 
Kamu tidak akan pernah muncul lagi
Memanggilku dengan cara yang sama.

Senin, 14 Maret 2016

Mau merokok? Terserah.

Tolong jangan artikan kata terserah dariku, bukan berarti aku ngambek atau gimana. Bukan berarti pula aku berhenti perhatian dan membiarkanmu menghisap benda yang entah mengapa ku percayai bisa mmebunuh. Aku berkata terserah karena kurasa kamu cukup dewasa tuk tahu dan paham benar atas kesehatanmu.

Mengapa? Karena mungkin kamu mengenal benda itu jauh sebelum pertemuan pertama kita. Mungkin kamu menghafal lekuknya melebihi kamu hafal genggaman tanganku, dan mungkin kamu teramat baik menikmati baunya melebihi harum parfumku, dan bisa jadi kamu lebih nyaman bersamanya (dulu) sebelum adanya aku. Tak apa, kan kucoba mengerti meski jauh didalam sana kuharap kamu berhenti bukan karenaku atau untukku tapi atas kepentingan dirimu.

Tapi, jika aku boleh meminta bisakah kamu tidak merokok saat kita makan berdua hai laki-laki entah mana yang kan bersamaku nanti. Jika kamu tanya kenapa, jawabnya sederhana, Aku hanya ingin berdua menikmati makan denganmu tanpa benda lain diantara kita. Untuk yang satu itu aku tidak suka.

Silahkan habiskan waktumu merokok saat lengang, ketika pikiranmu tengah kacau dan hadirku tak dapat menenangkan atau mungkin bisa menjadi objek lain kemarahanmu. Aku tak apa, meski akan cemburu. 

Tahu apa hal yang paling kumau? berdua tanpa apapun dikedua tanganmu, aku ingin kamu menggenggam tanganku, selalu. Aku ingin hanya ada aku dan kamu diantara hujan diluar jendela sana karena kamu harus tahu aku tak pernah berteman dengan hujan, atau suara ombak yang menderu dan bisingnya jalan kota. Aku ingin menikmati semuanya bersama. Aku hanya tak suka membagimu, apapun alasannya.

Senin, 07 Maret 2016

Mungkin ini lucu.

Mau tahu apa yang lucu? Takdir. Ya atau tidak, memang kadang selucu itu.
Seperti saat suatu siang kamu berdoa agar laki-laki di shaf depan menjadi imam sholat sepanjang hidupmu. Selucu itu kamu meminta pada Tuhan untuk mengabulkan doa sederhana. Itu tidak sederhana, menginginkan orang yang sempurna dengan segala kurangmu? Tidak tahu diri.

Atau saat hujan turun sementara jadwal kuliah menunggumu, kamu berdoa agar hujan berhenti. Tapi apakah seketika doamu dijawab? Tidak. 
Tuhan menginginkan usahamu. Begitulah janjinya. Mungkin dibiarkannya hujan agar kamu sabar serta lain hal.

Dan mungkin, ini salah satu skenario lucu diantara yang lucu lainnya. Disaat kamu berharap orang yang datang dengan segala hal dalam dirinya seperti yang kamu mau nyatanya Tuhan mendatangkan seseorang yang tak pernah terpikir. Anggaplah dia "seorang teman dari masa lalu".
Dengan sangat tidak sopan dia mendadak muncul llau hilang sekejap. Tak bersisa tanpa tanda tak berbekas. Semua pagar yang kamu bangun dirobohkan dalam hitungan detik, dia merusak tanpa memperbaiki. 

Lalu mau marah? Pada siapa? Takdir? atau kebodohanmu? Bah! sia-sia. Coba berpikirlah sedikit, bukankah ini agak lucu? betapa akhirnya kamu jatuh padahal bukan dia alasanmu menuju. Dan pada akhirnya kamu merengkuh wajahnya dalam sendu, menyebut namanya dengan rindu. Pada akhirnya hal-hal lucu yang terjadi dan kamu mengimbanginya. Tidak menolak bukan, malah menikmati?

Ini bukan salahmu, atau salahnya atau salah siapapun. Bukan. Ini hanya sepenggal kisah lucu yang mampir diantara hidupmu yang kaku. Sadarilah kamu terlalu naif bahkan egois. Berhenti berpikir seidealis itu. Ya. Kamu tahu apa itu luka dan bagaimana merawatnya. Semua yang terjadi hanyalah kisah yang mampir agar hidupmu lebih bahagia penuh haru dan sedikit lucu. Jangan mengelak ini terdengar sangat lucu, suatu hari nanti kamu akan menganggapnya begitu percayalah padaku.


Jumat, 04 Maret 2016

Bagaimana bisa seramai ini tapi rasanya sepi?
Bagaimana bisa tawa menyebar segala penjuru tapi rasanya kelu?
Bagaimana bisa aku berkata baik saja tapi serasa hampa?
Bagaimana bisa laki-laki di depanku serupa kamu?
Bagaimana bisa kamu tertahan kepala meski ragamu tak lagi ada?

Rabu, 02 Maret 2016

Diluar sedang hujan, sayang.

Menangislah diluar sedang hujan. Takkan ada yang tau takkan ada yang peduli, pun mereka takkan mengerti. Meski banyak tangan mengayun, banyak pundak disebelahmu begitu pula senyum yang ditebar kearahmu.
Mereka takkan pernah tahu, jangan memaksa atau marah biarkan saja yang kamu tahu jadi milikmu bukan dia apalagi mereka. Biarkan saja sumbang disetiap langkahmu karena mereka hanya sekedar melihat tanpa mendengar atau sebaliknya.
Maka itu mengangislah sekarang saja, hujan baru turun sedemikian deras dan kiranya takkan lama. Cepatlah jangan beranjak. Pulanglah selagi sempat agar tak ada yang tahu telah banyak air mata bersimbah, biarkan ikut mengalir menuju laut atau mengering bersama tanah.
Semua akan pada tempatnya. Ambil cermin disebelahmu benahi rambutmu yang basah, duduklah didekat jendela karena yang menyayangimu akan segera pulang saat hujan reda. 

Senin, 29 Februari 2016

Kepalaku riuh 
Tapi mengapa sekeliling berisi sepi
Hatiku mungkin patah
Tapi mengapa senyum masih merekah
Sepertinya aku rindu laut
Karena ku bosan memungut kalut
Atau mungkin aku hanya lelah
Seringnya terlalu bersama asa

Teruntuk kamu.

Teruntuk seorang yang datang hari itu,
Hai kamu, yang pernah mengiyakan sayang dan mengeja namaku dengan lucu menatapku dengan senyum hingga sudut mata itu, aku lelah mengingat semua kumohon segera menjauh.
Kepada kamu, yang pernah menulis dongeng berisi asa di meja sebelahkanan itu aku ingin membuangnya jauh sejauh aku mampu.
Dan terakhir, untuk kamu yang sedang bersama mungkin bahagia dengan entah perempuan brengsek darimana itu terlukalah demi aku.


dariku,
Perempuan disebelah kirimu, dulu. 

Kamis, 25 Februari 2016

Aku hanya sedang terluka

Aku lelah terluka
Entah itu dengan kata ataupun tingkah karena rasannya sama
Aku lelah menunggu luka yang kan mengering lama
Aku lelah merasa asing dan marah pada waktu yang sama
Dan aku bosan dengan pertanyaan mengapa?
Kenapa mereka tak diam dan melihat saja
Aku hanya lelah terluka dan tak ingin bicara.
Biar saja nanti kan sembuh pada waktunya
Meski kutahu bukan esok ataupun lusa
Aku hanya sedang terluka tak butuh perasaan iba.
Biar saja luka ini menganga
Biar saja malamku habis dengan airmata
Hanya tolong sekali ini saja berhentilah bertanya mengapa.

Rabu, 24 Februari 2016

Berjalanlah lurus

Berjalanlah lurus meski diseberang ada kedai warna-warni melambaikan tangan kearahmu
Berjalanlah lurus meski tercium aroma seduhan kopi seolah memikatmu
Berjalanlah lurus meski jalan didepanmu berkelok tajam pun banyak lubang menghambatmu
Berjalanlah lurus kamu, jangan ragu ataupun mengeluh.
Berjalanlah lurus dengan sesekali menengok langit tuk tahu matahari atau bulan yang menemanimu.
Berjalanlah lurus dan jangan lupa menunduk barangkali tali sepatumu tak lagi menyatu.